Blumer (1971) dan Thompson
(1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu
kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh
yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian
besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui
kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau
menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan
surat kabar.
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial
atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu
entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan
membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman
dan Cresey, 1987).
Contohnya adalah masalah
kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang
rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku di
masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984).
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark
(1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
(1) Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan,
konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
(2) Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang,
gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
(3) Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia
lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama
timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976).
Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka
ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini
berlangsung lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak
seperti kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan
Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan tetapi
berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan.
Dengan menggunakan asumsi
yang lebih universal maka “tangga kebutuhan” dari Maslow dapat digunakan yaitu
pada dasarnya manusia membutuhkan kebutuhan fisiologis, sosiologis, afeksi
serta aktualisasi diri, meskipun Etzioni (1976) menjelaskan bahwa masyarakat
berbeda antara satu dengan yang lain terkait dengan cara memenuhi kebutuhan
hidupnya. Karena seorang individu pada dasarnya merupakan hasil “bangunan”
budaya dimana individu itu tumbuh.
Hadley Cantrill (dalam
Etzioni, 1976) melakukan penelitian di 14 negara dengan menanyakan harapan,
aspirasi dan pangkal kebahagian kepada masyarakat di 14 negara tersebut
diantaranya Brazil, Mesir, India, Amerika Serikat dan Yugoslavia. Hasilnya
adalah hampir semua responden menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang menempati
urutan teratas terkait dengan harapan, aspirasi dan kebahagian bila
dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.
Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan
oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri
terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial
melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup : cacat
(defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan (delinquent).
Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga
beranggapan bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara
parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi akhirnya
disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan karena masyarakat
merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan permasalahan bersifat
menyeluruh.
Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan
individual, maka dari perspektif “disorganisasi sosial” menganggap penyebab
masalah sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam
masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah ekologi
Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967),
menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial yang
tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus migrasi yang
tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan Dunham (1965), bahwa
tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota secara intensitas dan
frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.
Disamping itu industrialisasi-pun (selain memberikan dampak yang
positif) juga memberikan dampat yang negatif pada suatu masyarakat. Penelitian
yang dilakukan oleh Mogey (1956) menjelaskan bahwan pertumbuhan industri
kendaraan bermotor di kota Oxford menjadikan biaya hidup di kota tersebut
menjadi tinggi yang pada akhirnya akan mendorong buruh menuntut peningkatan
upah kerja.
Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya
karena kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem
sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau yang
dikenal sebagai “perilaku menyimpang” yaitu menyimpang dari status sosialnya
(Merton & Nisbet, 1961).
Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti
anak-anak atau orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya.
Dengan demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia
dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat. Namun
demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang ini, apakah
secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan perilaku masyarakat secara
umum ataukah secara medik, yang lebih menekankan kepada faktor “nuture” atau
genetis.
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga
dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys :
The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia
memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di
sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai
menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang
dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam
‘gang’nya.
Sumber
: http://masalahsosialmasyarakat.wordpress.com/apa-itu-masalah-sosial/
0 comments:
Post a Comment